Sindrom Mama Baru

Hai teman-teman pembaca, lama ya tidak bersua.
Akhir-akhir ini saya sudah semakin jarang untuk membagikan opini saya di berbagi media. Saya juga tidak mengerti alasannya. Padahal ya, menulis merupakan salah satu upaya saya untuk mencegah penuaan dini. Bagaimana tidak, kosakata saya yang selama ini cukup sedikit, semakin tidak terasah dan menguap begitu saya dalam otak yang jarang dipakai ini.

Ok, saya akan berbicara tentang sindrom mama baru.  Sindrom ini mungkin tidak terjadi pada setiap ibu baru, tetapi sindrom ini sangat sering saya jumpai pada ibu-ibu baru di komunitas yang saya ikuti. Buat ibu-ibu yang tidak merasa demikian, mohon jangan tersinggung ya. Terus terang, saya dulu termasuk salah satunya. Alamaak betapa alaynya saya, hiks.

Pembaca sekalian, anda mungkin tidak akan menemukan makna "sindrom mama baru" yang saya maksudkan di sini, jika anda mencarinya dalam mesin pencarian, wikipedia, atau bahkan dalam kamus. Tulisan ini tidak membahas post partum syndrome yang bisa saja menaungi para ibu muda. Pembahasan tersebut terlalu berat dan terus terang bukan keahlian saya. Sindrom mama baru di sini adalah istilah yang saya ciptakan sendiri berdasarkan pengamatan sederhana.

Jadi begini, Fulanah senang membaca. Dari awal kehamilan hingga saat ini, Fulanah rajin membaca hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kesehatan anak dan parenting. Setelah anaknya lahir, Fulanah bergabung dalam komunitas media sosial, seperti komunitas tumbuh kembang anak, komunitas peduli asi, komunitas parenting, dan komunitas lain yang sejenis. Kegemaran membaca Fulanah tidaklah salah, hanya saya ilmu yang telah terserap dalam pikirannya sedikit membuatnya tinggi hati.
Fulanah sering membagikan status yang menggambarkan bahwa dirinya adalah ibu terbaik dan caranya membesarkan anak adalah paling benar. Dan parahnya, argumentasi yang dia lontarkan di media sosial seringkali menyudutkan mama-mama 'kurang berpengetahuan' lainnya.

Ok, emak. Saya tahu bahwa ilmu pengetahuan sudah berkembang sedemikian rupa dan di Indonesia masih banyak mama-mama yang menggunakan tata cara konvensional (bahkan purba) dalam membesarkan anaknya. Tapi, gunakanlah media sosial dengan bijak. Saya sangat paham bahwa anda merasa anda berpengetahuan lebih dibandingkan dengan mama lain. Anda ingin membagikan apa yang telah anda ketahui, mungkin dengan tujuan untuk berbagi, atau untuk sebuah popularitas dan pencitraan semata. Itu yang saya sebut sindrom mama baru.

Begini loh, saya yakin setiap orang tua mempunyai standar masing-masing dalam membesarkan buah hatinya. Saya yakin setiap orang tua akan menyatakan diri bahwa mereka adalah orang tua terbaik di dunia (tentu saja dalam versi mereka). Dan pastinya semua itu relatif karena tidak ada kepastian standar dan definisi baku yang ditetapkan. Bahkan orang tua saya masih sering berselisih paham dengan saya tentang pola asuh, ya kalau dulu, terus terang saya akan membantah dan menjadikan beliau sebagai musuh jika pendapat kami belum sepaham. Tetapi kalau sekarang, saya lebih memilih untuk menjelaskan atau meminta suami saya sebagai intermediary perselisihan kami.

Walaupun anda mengatakan bahwa itu adalah sebuah prinsip keluarga anda, tapi ingatlah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Adalah bijak jika anda membagi prinsip anda tersebut dengan santun, bukan menganggap bahwa yang telah dilakukan orang lain tersebut adalah salah. Berdasarkan pengalaman saya, benar dalam buku bisa jadi salah dalam budaya. Saya tidak menyerah untuk menjelaskan prinsip 'kebenaran' yang saya yakini. Saya akan mencoba masuk ke dalam budaya dan mencari jalan tengah untuk menyusup dan mengikisnya secara perlahan. 

Tidak jarang, saya membaca curhatan mama baru yang mengalami perselisihan dengan mama, mertua, teman, atau kerabat lain karena permasalahan tersebut. Tidak saya pungkiri, saya pernah menjadi bagian dari mereka. Diam adalah emas. Kalau anda peduli dengan sekitar, gunakan cara santun. That is.

Ada sebuah grup populer di facebook yang sebenarnya kurang saya sukai dalam aturan grup dan bahasa admin. Jadi, setiap anggota yang masuk dalam grup tersebut harus sangat paham dan telah membaca setiap halaman yang telah di-post oleh admin, serta pertanyaan yang diajukan harus lah berupa pertanyaan yang belum pernah diajukan oleh anggota lainnya. Iki grup opo sidang tesis toh ya.. Grup tersebut merasa bahwa konten yang mereka sajikan adalah yang paling benar dan ideal. Kalau ini tentang matematika, oklah ya.. Tapi parenting itu sebuah ilmu yang dinamis dan akan terus berkembang looh. Masa' iya saya membesarkan anak saya sama dengan yang Ibu saya lakukan dulu. Big no for me.

Ada sebuah pemikiran dari pakar parenting yang sebetulnya saya juga kurang setuju, yakni tidak mengenalkan gadget pada anak. Ibu saya adalah generasi baby boomers, saya adalah generasi Y, dan anak saya adalah generasi Z. Apakah anda yakin bahwa framework  metode parenting gaya generasi baby boomers dapat sesuai diimplementasikan pada generasi Z? Bahkan untuk generasi Y saja, saya tidak yakin itu sesuai. Tapi ya sekali lagi, diam atau berargumen yang santun.

Yuk, mama-mama baru, saya paham koq dengan pergolakan hati yang anda rasakan. Kita juga sama-sama belajar. Saya sarankan selain belajar ilmu parenting, tambahkan ilmu lainnya seperti ilmu agama dan manajemen. Anda akan sangat merasakan manfaatnya.

Happy weekend.....


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Outbond di Pelita Desa Ciseeng

Berkenalan dengan Data Mikro BPS

Kesan Bersekolah di TKIT Alkhairaat